PALU – Selama kurang lebih empat bulan siswa SDN 5
Kayumalue, Kota Palu harus belajar dengan kondisi yang memprihantinkan.
Sejumlah siswa kelas 1 dan kelas 2 sekolah tersebut, terpaksa belajar di
teras sekolah, akibat ruang kelas disegel salah seorang warga yang mengklaim
diri sebagai ahli waris lahan di dua kelas itu.
Seperti yang
terlihat Kamis kemarin (24/10), sejumlah siswa harus rela belajar di lantai
teras sekolah beralaskan kertas koran. Sementara pintu ruangan kelas 1, kelas
2 dan ruang guru dipalang sejumlah kayu oleh ahli waris tanah. Proses belajar
mengajar di sekolah tersebut pun tidak berjalan dengan baik.
“Kita sangat tidak nyaman di sini. Terganggu sekali,
karena tidak konsentrasi,” ujar Dea, siswa kelas 2.
Meja serta kursi yang ada juga tidak bisa digunakan,
karena berada di dalam kelas, begitupun dengan papan tulis yang dipakai guru
mengajar. Para guru pun takut untuk mengeluarkan meja dan kursi serta
sejumlah barang dari dalam kelas karena sudah disegel. Untuk menyiasati papan
tulis yang tidak ada, para guru terpaksa memanfaatkan jendela kelas yang
digunakan sebagai media menuliskan pelajaran bagi siswa.
Wali kelas
II, Eva mengaku selama hampir empat bulan kondisi seperti ini dialami
siswanya. Suasana bising kendaraan karena berdekatan langsung dengan jalan
raya, membuat para siswa sulit untuk berkonsentrasi menerima pelajaran.
“Pelajaran hari ini yang kita berikan, besok sudah mereka (siswa) lupa,”
tuturnya.
Total ada sekitar 30 murid yang belajar di teras
sekolah. Masing-masing 16 orang siswa kelas 2 dan 14 orang siswa kelas 1.
Pihak sekolah juga pernah menyiasati keadaan itu untuk menggabungkan para
siswa di ruang perpustakaan. Namun hal itu tidak bertahan lama, karena
ruangan terasa sempit dan digunakan siswa dari dua kelas.
“Kita dari pihak sekolah melalui kepala sekolah
sudah memberitahu ke dinas kota. Sudah ada orang dari pemerintah yang datang
lihat kondisi ini. Tapi belum ada tindak lanjutnya,” jelas Eva yang juga
mengatakan siswanya sempat merasakan belajar di dalam kelas namun hanya selama
dua minggu kemudian disegel kembali.
Terpisah, Harson, warga yang mengklaim sebagian
bangunan sekolah berdiri di atas lahan warisan orang tuanya, mengatakan, ada
sekitar 413 meter persegi lahan miliknya. Sebagian itu digunakan untuk
bangunan SDN 5 Kayumalue. Penyegelan ruang kelas yang berdiri di lahan
miliknya itu, dilakukan karena merasa tidak ada penyelesaian sengketa lahan
dari Pemkot Palu selama hampir satu tahun.
“Saya terpaksa menyegel kelas itu sebagai bentuk
protes. Sebab sebagian lahan yang berdampingan dengan sekolah itu ternyata
telah dijual dengan orang lain tanpa persetujuan ahli waris. Padahal orang
tua kami meminjamkan lahan untuk balai desa bukan untuk dijual kembali ke
orang lain,” terang Harson.
Pihak ahli waris, lanjut dia, hanya menginginkan
separuh tanah yang ada di samping ruang kelas yang masih satu kampling dengan
tanah sekolah untuk dikembalikan. Sebelum itu bisa direalisasikan oleh
Pemkot, maka segel akan tetap terpasang. Beberapa waktu lalu diakui Harson,
segel sempat dibuka selama dua minggu. Tapi tidak ada kejelasan dan hanya
mendapat janji-janji dari pihak Pemkot Palu, maka dia kembali menyegel dua
ruang kelas dan satu ruang guru di sekolah tersebut.
“Kita sebenarnya tidak ingin anak-anak belajar
di luar seperti itu. Tapi kami selaku ahli waris hanya menginginkan keadilan.
Kita tidak permasalahkan jika tanah untuk sekolah, tapi tanah yang di
sampingnya hanya untuk kepentingan pribadi,” ungkapnya.
Dia menceritakan, pada 1950 an, orang tua ahli waris
memang menyerahkan lahan seluas 413 meter kepada pemerintah untuk balai desa.
Namun tanpa hitam di atas putih. Seiring waktu tanah tersebut, setengahnya
dibangun gedung sekolah. Sementara balai desa sudah dibongkar, dan diketahui
pihak keluarga telah dijual untuk kepentingan pribadi. “Ini lah yang saat ini
kita ingi tuntut. Pemerintah kota juga harus bertanggung jawab,”
tandasnya.(agg)
(Dikutip dari : http://www.radarsulteng.co.id/index.php/berita/detail/Rubrik/46/10951
Jumat, 25 Oktober
2013)
|